Selalu saja merasa tersakiti oleh
perkataan orang-orang diluar sana, oleh sindiran orang-orang yang tersakiti karna kekasihnya telah direbut
orang lain. Meski memang bukan untukku, tapi rasanya hatiku merasa sakit
mendengarnya. Wlpun aku sudah berkata aku
tidak pernah melakukan itu, entah kenapa sindiran-sindiran itu terasa
sangat tajam menggores perasaanku. Sindiran tentang perebut kekasih orang,
tentang perusak hubungan orang, yang semakin hari semakin sering kudengar,
seakan-akan berputar-putar memenuhi kepalaku, mengganggu pikiranku, dan sempat
melemahkan hatiku.
Terkadang aku merasa lelah
menjadi seseorang yang terlalu perasa, aku lelah harus terus-menerus melawan
diri, lelah jika hati terus berperang melawan pikiran. Seandainya aku sanggup
mengatakan bahwa aku lelah berjalan tanpa
tujuan, bertahan dalam ketidakpastian, dan dihantui oleh rasa penasaran. Terus
menerus memendam perasaan, menyembunyikan berjuta pertanyaan. Ingin kukatakan
segala hal yang mengganggu pikiranku saat aku bersamanya, tapi apa… aku
menyia-nyiakan kesempatan di hari itu.
“Masihkah kamu bersama kekasihmu?” Hanya itu, satu pertanyaan yang ingin
kutanyakan padanya di hari itu. Pertanyaan yang menjadi kunci untuk semua hal yang telah kulalui bersamanya. Pertanyaan
yang akan memperjelas semuanya. Aku akan sedikit merasa lega jika memang dia
menjawab dia sudah tak berhubungan lagi dengan kekasihnya. Bukan ingin
merebutnya. Bukan ingin cepat-cepat menuntutnya untuk meberikan status pada
kedekatanku dengannya. Hanya saja aku akan merasa sedikit lega tidak
terus-terusan merasa jahat dan takk tau diri bahwa aku dekat dengan seseorang
yang masih memiliki kekasih. Aku hanya ingin dia meyakinkanku, bahwa yang
kulakukan selama ini bukanlah kesalahan. Karna sejujurnya sampai saat ini aku
masih sering menyalahkan diriku sendiri atas apa yang terjadi padanya, dari
awal hingga saat ini, aku merasa bersalah membiarkannya tetap mendekatiku
padahal aku tau dia masih belum sendiri. Hingga kami saling lepas kendali
seperti ini. Kadang kuberkata pada diri sendiri, “dimana harga dirimu, Rin? Kenapa untuk bahagia saja kamu harus merebut
kebahagiaan orang lain?”. Aku merasa tertekan dengan kebisuanku. Tapi entah
kenapa aku tak pernah berani bertanya kepadanya, mengatakan segala sesuatu yang
membutku merasa sedih dan bingung sendiri.
Dia pernah bertanya, apakah dia
menjadi beban untukku. Dan dengan tegas kujawab tidak. Memang tidak, aku sama
sekali tidak merasa terbebani olehnya, dia bukanlah bebanku, tapi diriku
sendiri yang menjadi bebanku. Pikiran-pikiran negatifku, itulah beban
terberatku. Pikiran-pikiran negatif karna perkataan orang-orang diluar sana
tentang perebut kekasih orang dan perusak hubungan orang. Aku merasa tertuduh
padahal tak ada yang menuduhku. Aku tidak merebut dia dari kekasihnya, aku
tidak merusak hubungan nya dengan kekasihnya, karna sedikitpun aku tak pernah
berniat untuk melakukannya! Aku hanya menuruti hati kecilku, hati kecilku yang
paling tau bahwa aku menyayanginya dan aku sama sekali tak ada niat untuk
menyakitinya, hati kecilku yang memintaku untuk tetap bertahan, hati kecilku yang
memintaku untuk tetap sabar dan kuat dalam menghadapi segala cobaan dalam kisah
yang rumit ini. Aku yakin aku bisa kuat, aku sanggup bertahan selama dia juga masih
ingin bertahan, dan jika suatu saat nanti dia memang ingin lepas, akan kuturuti keinginannya, jika dia yang
memintaku untuk melepasnya :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar